DAFTAR ISI

ADD THE SLIDER CODE HERE

Kamis, 23 Agustus 2012

////
JX-1 Josaphat di indonesiaproud wordpress com

Ilmuwan Indonesia yang kini berkarya di Jepang, Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, mengembangkan pesawat tanpa awak (unmanned aerial vehicle/UAV) berbadan besar bernama Josaphat Laboratory Large Scale Experimental Unmanned Aerial Vehicle (JX-1).
“JX-1 sementara ini terbesar di Jepang, dan mungkin di Asia,” ungkap Josaphat (16/6).
JX-1 dibuat untuk melakukan pengujian perangkat gelombang mikro dan kamera untuk penginderaan jarak jauh yang selama ini juga dikembangkan di laboratorium miliknya, Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory (JMRSL), di Center for Environmental Remote Sensing, Chiba University, Jepang.
JX-1 dikembangkan sejak lima tahun lalu. Salah satu pertimbangannya adalah efektivitas biaya. Jika meminjam UAV untuk pengujian, prosedurnya cukup rumit dan memakan biaya besar.
“Misalnya pernah saya akan instal radar dan ditawari biaya senilai sama untuk membuat UAV berbadan besar lebih dari lima unit. Kalau punya UAV sendiri, bisa setiap saat menerbangkan sendiri dan tidak perlu khawatir untuk mengoperasikannya di daerah-daerah berbahaya,” urai Josaphat.

Lebih besar & mumpuni
JX-1 memiliki beberapa kelebihan dibanding pesawat tanpa awak lain di Jepang saat ini, utamanya dalam hal ukurannya.
“Angkatan bersenjata Jepang pun hanya mempunyai UAV originalnya dengan rentang sayap terbesar adalah 3 m, sedangkan JX-1 adalah 6 m dan dapat ber-payload sensor-sensor sekitar lebih dari 30 kg,” tambah Josaphat.
Pesawat tanpa awak berbadan besar diperlukan untuk mengakomodasi perangkat dengan beragam frekuensi serta mendukung proyek Josaphat selanjutnya.
Josaphat menjelaskan, teknologi Synthetic Aperture Radar (SAR) di Jepang saat ini bekerja pada frekuensi L band dengan polarisasi linear. Sementara Josaphat sendiri mengembangkan SAR yang berbasis polarisasi sirkuler sebagai sensor SAR baru di dunia.
Supaya dapat dibandingkan dengan sensor sebelumnya, Josaphat tetap mengembangkan pada frekuensi yang sama. Sementara L band memiliki panjang gelombang yang cukup panjang sehingga dibutuhkan antena berukuran lebih besar.
“Agar dapat mengakomodasi perangkat pada frekuensi rendah ini hingga tinggi (sekitar 50 GHz), maka UAV ini dirancang mempunyai ruang besar sejak awal,” papar Josaphat.
JX-1 juga dipersiapkan untuk mendukung penelitian berikutnya. Saat ini sedang dipersiapkan radar yang akan bekerja pada frekuensi P, S, C, X, dan Ku band. Ruang yang besar dibutuhkan untuk mengakomodasi payload misi secara bersamaan.
“Memang saat ini ada UAV kecil-kecil, tapi mempunyai keterbatasan fungsi dalam misi, termasuk flight endurance,” katanya.
Selain soal ukuran, JX-1 memiliki kelebihan sebab dirancang tembus gelombang mikro dengan dielectric constant sekitar 1,5 atau material badan pesawat berkarakteristik mendekati udara. Dengan demikian, radar bisa disimpan di dalam badan pesawat sehingga lebih terlindungi dan pancaran gelombang dapat menembusnya.

Tulang punggung riset penginderaan jauh di Jepang
JX-1 berhasil diterbangkan perdana pada 7 Juni 2012 lalu di Fujikawa Airfield. Setelah penerbangan perdana ini, JX-1 bakal siap mendukung beragam misi pengujian serta misi lanjutan berikutnya.
Saat ini, laboratorium Josaphat tengah mengembangkan Circularly Polarized Synthetic Aperture Radar (CP-SAR) sebagai SAR aktif sensor, GPS-SAR sebagai SAR pasif sensor, GPS-Radio Occultation (RO), dan Linear Polarized Synthetic Aperture Radar (LP-SAR).
JX-1 nantinya akan dimanfaatkan untuk menguji coba sensor tersebut. Setelah uji coba, sensor akan diaplikasikan pada mikrosatelit yang juga dikembangkan oleh Josaphat dan tim, bernama GAIA-I dan GAIA-II.
Josaphat menjelaskan, kedua mikrosatelit yang dikembangkan bertujuan untuk mengamati pergerakan kerak bumi sehingga membantu memprediksi gempa dan tsunami 3-5 hari sebelum kejadian. GAIA-I akan mengamati dalam resolusi lebih besar, sementara GAIA-II dalam citra yang lebih detail.
Di Jepang, teknologi yang dikembangkan Josaphat digadang mampu menjadi tulang punggung dalam riset penginderaan jauh. Nantinya, penginderaan jauh tak hanya mengandalkan radar dan satelit, tetapi juga didukung pesawat tanpa awak.
Saat ini, kata Josaphat, Malaysia dan Jepang sudah bekerja sama lewat program transfer teknologi untuk mengamati Semenanjung Malaysia. Josaphat berharap, Indonesia pun ke depan juga berminat mengaplikasikan teknologi yang dikembangkannya.

Sumber: kompas.com

Selasa, 21 Agustus 2012

////
CN-235 korsel di indonesiaproud.wordpress.com

Dalam kesempatan kunjungan resmi ke Korea Selatan sebagai kepala staf Angkatan Udara Republik Indonesia, salah satu acara formal adalah mengunjungi lokasi strategis Angkatan Udara Korea di luar Kota Seoul.
Perjalanan ke tempat tersebut dilakukan menggunakan pesawat helikopter yang berpangkalan di salah satu pangkalan udara yang berdampingan dengan Air Force Base, unit dari Angkatan Udara Amerika Serikat.
Selesai acara resmi, rombongan kami saat itu tertunda lebih kurang satu jam dalam jadwal perjalanan kembali ke Seoul karena cuaca yang berubah buruk.
Seorang kolonel menghadap saya menjelaskan bahwa perjalanan kembali ke Seoul tidak dapat dilaksanakan menggunakan helikopter atau pesawat rotary wing yang tadi.
Disebutkan alasannya adalah pesawat tersebut tidak bisa terbang tinggi berhubung dengan perkembangan keadaan cuaca yang memburuk. Markas Besar di Seoul memerintahkan untuk mengirim sebuah pesawat fixed wing VIP menjemput saya dan rombongan.
Setelah pesawat siap, kami pun segera bergegas menuju tempat parkir pesawat. Agak sedikit kaget karena ternyata pesawat fixed wing VIP yang disiapkan tersebut ternyata dari jenis CN-235.

Sabtu, 18 Agustus 2012

////
Jakarta – KabarNet: Pada awal bulan Juli ini di negeri Belanda sedang hangat hangatnya membicarakan sejarah Aksi Polisionil Belanda di Indonesia antara 1947-1949. Semua berawal dari sebuah album foto yang ditemukan secara tidak sengaja di sebuah tempat sampah di Kota Enschede dan dimuat pertama kali oleh koran VOLKSKRANT, salah satu koran terbesar di Belanda.

Di Belanda sendiri, sejarah tentang aksi polisionil tidak diajarkan secara mendetil dalam kurikulum mereka, seolah seperti bagian yang ingin dipetieskan, berikut adalah artikel koran yang pertama dimuat tanggal 10 Juli 2012. 
Berikut adalah terjemahannya :

Rabu, 15 Agustus 2012

////

science imageMax Gladwell is the brainchild of writer and marketer Rob Reed. Rob specializes in sustainability and cause-driven marketing. You can also follow Max Gladwell on Twitter.
Our children will inherit a world profoundly changed by the combination of technology and humanity that is social media. They’ll take for granted that their voices can be heard and that a social movement can be launched from their laptop. And they’ll take for granted that they are connected and interconnected with hundreds of millions of people at any given moment.
What’s most profound is that these represent parts of a greater whole. They represent a shift in power from centralized institutions and organizations to the people they represent. It is the evolution of democracy by way of technology, and we are all better for it.
For most of us, social media has changed our lives in some meaningful way. Collectively it is changing the world for good. Given the pace of innovation and adoption, change has become a constant. Every so often we find the need to stop and reflect on its most recent and noteworthy developments, hence the following list.
Please note this is not a top 10 list, nor are these listed in any particular order. It’s also incomplete. So we ask that you add to this conversation in the comments. If you’d like to retweet this post or take the conversation to Twitter or FriendFeed, please use the hashtag #10Ways.

////
 

A man sat at a metro station in Washington DC and started to play the violin; it was a cold January morning. He played six Bach pieces for about The one who paid the most attention was a 3 year old boy. His mother tagged him along, hurried but the kid stopped to look at the violinist. Finally the mother pushed hard and the child continued to walk turning his head all the time. This action was repeated by several other children. All the parents, without exception, forced them to move on.
////
by : Michelle Giles



Writers always say they get their ideas from "everywhere." You may ask, what exactly is everywhere?

Stories can be created from a simple thought, a word, a headline; even a line from a song can inspire your creativity and motivate you to write. The little things from life's daily events can also provide dozens of ideas. Anything you do or anywhere you go could supply fodder for your next story. You simply need to keep your mind open.

If you're having trouble coming up with that perfect story idea, here's a list of 25 unusual places that can spark your imagination:

////

disaster imageDavid Spark (@dspark) is the founder of Spark Media Solutions, an organization that helps companies build industry voice through storytelling and social media. He blogs at The Spark Minute and can be seen and heard regularly on Cranky Geeks, KQED, Green 960, and ABC Radio.
From tracking fires through Twitter to breaking news before you see it on a major news network, we’re constantly hearing stories of how social media connections enable the community to help each other out in times of crisis. We love these stories. So here are five unique tales of social media coming to save the day.