Senin, 16 Agustus 2010

////

Kebijakan Pembatasan Sepeda Motor

http://i289.photobucket.com/albums/ll239/rockme28/monyet.jpg

Memasuki Agustus 2010 aroma pembatasan sepeda motor melintas di jalan protokol di Jakarta kian menyengat. Santer terdengar bahwa pembatasan pada jam-jam sibuk di kawasan pusat pemerintahan dan bisnis akan digelar usai Lebaran Idul Fitri yang tahun ini jatuh pada 10-11 September.

Pemprov DKI Jakarta dan Kepolisian Daerah Metro Jaya beralibi, pembatasan terpaksa dilakukan demi kelacaran lalu lintas jalan di kota berumur 457 tahun ini.Sontak direspons beragam. Ada yang menyangsikan kemacetan lalu lintas jalan hilang sama sekali di jalur Jl Sudirman-Jl MH Thamrin pasca pembatasan sepeda motor.


http://joyhomework.files.wordpress.com/2010/03/tambun-naek-motor8.jpg?w=280&h=269

Ada yang setuju, tapi tidak sedikit yang biasa-biasa saja.Beban jalan Jakarta kian tahun tak mampu menampung kendaraan yang melintas. Hingga awal Agustus 2010, kendaraan pribadi yang terdiri atas mobil dan motor nyaris 10 juta unit. Sepeda motor dominan karena populasinya sekitar 7,5 juta unit, mobil pribadi sekitar 2 juta unit, dan sekitar 800 ribuan unit angkutan umum. Di sisi lain, pertambahan panjang jalan sekitar 0,1% per tahun dari luas Jakarta yang 650 km per segi.Keruwetan lalu lintas jalan diwarnai pula oleh meruyaknya kecelakaan lalu lintas jalan yang tidak kurang dari 16 kasus per hari.
 


Kenapa Motor Dibatasi?
Warga Jakarta dan sekitarnya butuh sarana transportasi untuk mendukung mobilitas sehari-hari. Mulai urusan mencari ilmu, beranjang sana, sampai urusan mencari nafkah. Intinya, sepeda motor menjadi sarana transportasi utama, ketika sarana transportasi massal umum dirasakan belum mendukung mobilitas secara nyaman, aman, dan terjangkau secara akses dan finansial.
Nah, ketika ada pemikiran membatasi ruang gerak sepeda motor di Jakarta, sontak para pengendara yang menempatkan sepeda motor sebagai sarana transportasi utama langsung menjerit. ”Wah, kalau dibatasi, benahi juga dong transportasi umumnya,” tutur Andi, seorang bikers di Jakarta Timur.
Bahkan, ”Saya bela-belain kredit motor karena untuk bisa ke kantor tepat waktu dan lebih irit, kalau naik angkutan umum waktunya lebih lama dan biayanya lebih gede,” kata Bambang, warga Jakarta yang lainnya.

Ok, kalau Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyatakan bahwa pihaknya mengarahkan agar warga Jakarta memanfaatkan angkutan umum untuk urusan mobilitas. Namun, sudah memadaikah angkutan umum tersebut? Pasti jawabannya beragam. Walau, sebagian besar bakal merasa belum memadai. Itu tadi ukurannya, efektif dan efisien.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJp7TgJ1bLmfRVLUBsKv7mjqHBNOWUNk3zUYMwHa8WfqWNF5EQrwPA6VypcA9mCph7mdAB2fZzKbueXb5MmpNMtZ-a_LHVUtapXdx1ADjYkmfKXMQbTHOAOXJsZ0Tzy6se47FdTX0ADRo/s320/gajah+naek+motor.jpg
Kembali soal pembatasan sepeda motor. Sekalipun dimulai dari jalur utama di Jakarta, tampaknya resistensi bakal mencuat, selama belum ada transportasi umum massal yang aman, nyaman, dan terjangkau.

Apalagi jika benar kabar yang beredar bahwa kelak, di seluruh jalan arteri yang ada koridor busway, sepeda motor tak boleh melintas. Pekerjaan rumah Pemrov memang cukup berat. Program transportasi makro harus segera diwujudkan. Kalau tidak sekarang, kapan lagi. Maklum, jeritan hati rakyat tak bisa disepelekan.

0 Reactions to this post

Add Comment

    Posting Komentar